Kebangkitan Ahmadiyah: Mutiara Kebenaran Yang Ditenggelamkan

Melihat Gerakan Ahmadiyah saat ini yang hampir setiap saat mulai ramai diperbincangkan dalam forum-forum ilmiah di beberapa kampus ternama di Indonesia, mengisyaratkan kebangkitan Ahmadiyah di tengah-tengah gempuran sesat melalui fatwa Majelis Ulama Indonesia. Perbincangan tentang Ahmadiyah dan ajaran-ajarannya, kenabian menurut Ibn Arabi dan Ahmadiyah, Imam Mahdi dan gerhana bulan-matahari, tentang Nabi Isa, Wahyu hingga terjemahan dan tafsir al-Qur’an oleh Ahmadiyah menjadi topik menarik dalam khazanah pemikiran Islam di Indonesia. Tampilnya beberapa tokoh Ahmadiyah dalam forum-forum diskusi maupun seminar sebagai keterpanggilan untuk menjelaskan Ahmadiyah dari sumbernya.

Harus diakui, selama ini tidak sedikit ummat Islam di Indonesia disuguhkan atau memperoleh pengetahuan tentang Ahmadiyah bukan dari sumbernya langsung, melainkan dari orang-oramg yang selama ini membenci Ahmadiyah. Akibatnya pemahaman tentang Ahmadiyah cenderung “salah” dan “menyalahkan”. Selain itu informasi tentang Ahmadiyah yang berseliwiran di berbagai blog atau situs internet juga ditulis oleh orang-orang atau kelompok yang tidak suka (benci) terhadap Ahmadiyah.

Salah satu ajaran Ahmadiyah yang dianggap “menyesatkan” sehingga Majelis Ulama Indonesia dan juga Sebagian ummat Islam terutama di Indonesia dan Pakistan adalah soal keyakinan Ahmadiyah yang menyebut Mirza Ghulam Ahmad sebagai “Nabi”. Pada ajaran inilah Ahmadiyah menjadi bulan-bulanan pengkafiran oleh Sebagian ummat Islam. Padahal bagi Ahmadiyah sendiri Mirza Ghulam Ahmad adalah guru dan pimpinan spiritual yang bertugas memperkuat dakwah Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Padahal Mirza Ghulam Ahmad sendiri dalam buku Filsafat Ajaran Islam yang ditulis oleh beliau sendiri dalam Bahasa Urdu (versi terjemahan sudah terbit), dimana beliau Mirza Ghulam Ahmad mengatakan lebih dari seratus kali mengungkapkan bahwa beliau hanyalah debu yang menempel pada terompahnya Nabi Muhammad SAW. Ungkapan yang tulus dari beliau, dimana beliau sangat mencintai Nabi Muhammad SAW.

12 Ajaran Pokok Ahmadiyah

Penjelasan soal kedudukan Mirza Ghulam Ahmad bukan Nabi juga disampaikan dalam 12 Ajaran pokok Ahmadiyah. Berikut ini 12 ajaran pokok Ahmadiyah yang dibacakan melalui konferensi pers pada tanggal 15 Januari 2008, sebagai berikut;

1. Kami warga Jemaat Ahmadiyah sejak semula meyakini dan mengucapkan dua kalimah syahadat sebagaimana yang diajarkan oleh Yang Mulia Nabi Muhammad Rasulullah SAW, yaitu Asyhaduanlaa-ilaaha illallahu wa asyhadu anna Muhammadar Rasullulah, artinya: aku bersaksi bahwa sesungguhnya tiada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah.

2. Sejak semula kami warga jemaat Ahmadiyah meyakini bahwa Muhammad Rasulullah adalah Khatamun Nabiyyin (nabi penutup).

3. Di antara keyakinan kami bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad adalah seorang guru, mursyid, pembawa berita dan peringatan serta pengemban mubasysyirat, pendiri dan pemimpin jemaat Ahmadiyah yang bertugas memperkuat dakwah dan syiar Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW.

4. Untuk memperjelas bahwa kata Rasulullah dalam 10 syarat bai’at yang harus dibaca oleh setiap calon anggota jemaat Ahmadiyah bahwa yang dimaksud adalah nabi Muhammad SAW, maka kami mencantumkan kata Muhammad di depan kata Rasulullah.

5. Kami warga Ahmadiyah meyakini bahwa tidak ada wahyu syariat setelah Al-Quranul Karim yang diturunkan kepada nabi Muhammad. Al-Quran dan sunnah nabi Muhammad SAW adalah sumber ajaran Islam yang kami pedomani.

6. Buku Tadzkirah bukanlah kitab suci Ahmadiyah, melainkan catatan pengalaman rohami Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad yang dikumpulkan dan dibukukan serta diberi nama Tadzkirah oleh pengikutnya pada 1935, yakni 27 tahun setelah beliau wafat (1908).

7. Kami warga jemaat Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan mengkafirkan orang Islam di luar Ahmadiyah, baik dengan kata maupun perbuatan.

8. Kami warga jemaat Ahmadiyah tidak pernah dan tidak akan menyebut Masjid yang kami bangun dengan nama Masjid Ahmadiyah.

9. Kami menyatakan bahwa setiap masjid yang dibangun dan dikelola oleh jemaat Ahmadiyah selalu terbuka untuk seluruh umat Islam dari golongan manapun.

10. Kami warga jemaat Ahmadiyah sebagai muslim melakukan pencatatan perkawinan di Kantor Urusan Agama dan mendaftarkan perkara perceraian dan perkara lainnya berkenaan dengan itu ke kantor Pengadilan Agama sesuai dengan perundang-undangan.

11. Kami warga jemaat Ahmadiyah akan terus meningkatkan silaturahim dan bekerja sama dengan seluruh kelompok/golongan umat Islam dan masyarakat dalam perkhidmatan sosial kemasyarakat untuk kemajuan Islam, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

12. Dengan penjelasan ini, kami pengurus Besar Jemaat Ahmadiyah Indonesia mengharapkan agar warga Jemaat Ahmadiyah khususnya dan umat Islam umumnya serta masyarakat Indonesia dapat memahaminya dengan semangat ukhuwah Islamiyah, serta persatuan dan kesatuan bangsa. (sumber https://news.detik.com/berita/d-879084/inilah-12-ajaran-pokok-ahmadiyah.)

Jika mencermati 12 ajaran pokok Ahmadiyah di atas, maka teranglah bagi kita semua, bahwa Ahmadiyah dan ajaran-ajarannya tidaklah seperti yang dituduhkan oleh segelintir ummat Islam selama ini, demikian pula seperti yang difatwakan oleh MUI. Jemaat Ahmadiyah adalah Muslim dan mereka bukan kafir. Ajaran-ajarannya jelas dan tidak bertentangan dengan al-Qur’an dan Hadits. Ahmadiyah justru hadir dan menjadi bagian dari sejarah pemikiran Islam yang menghadirkan terjemahan al-Qur’an dalam berbagai Bahasa di dunia. Ini semua dilakukan agar ummat Islam diberbagai negara yang memiliki beragam Bahasa agar bisa memahami pesan-pesan yang disampaikan Allah SWT dalam al-Qur’an melalui terjemahannya. Ahmadiyah memiliki terjemahan al-Qur’an lebih dari 70 bahasa dan juga Terjemahan dan Tafsir shogir yang dimiliki oleh Ahmadiyah saat ini yang dipamerkan di berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

Membuka mata hati dan pikiran dengan tidak dibarengi oleh kebencian akan menemukan kebenaran dalam ajaran Ahmadiyah. Sejak tahun 2021 saya mengoleksi lebih dari 25 buku yang ditulis oleh Mirza Ghulam Ahmad termasuk Tadzkirah yang selama ini dituduhkan sebagai kitab suci Ahmadiyah. Membaca dengan penuh kesabaran dan membuka setiap lembaran halaman buku, menemukan sesuatu yang kurang dipahami, saya melakukan tabayun kepada para mubaligh Ahmadiyah untuk meminta penjelasan dari teks yang dimaksud. Apa yang saya pelajari dari hasil bacaan tentang Ahmadiyah itu sendiri, justru saya menemukan kebenaran dari setiap ajaran yang disampaikan oleh Mirza Ghulam Ahmad.

Love for All, Hatred for None

Sebagai organisasi spiritual, Ahmadiyah justru banyak terlibat dalam aksi kemanusiaan, ia hadir untuk ummat Islam dalam konteks kebersamaan dan persaudaraan “love for All, hatred for None” (Cinta kasih untuk semua, kebencian tidak untuk siapaun). Ahmadiyah dari dulu menolak kekerasan dan terorisme dan pandangan yang memisahkan antara urusan agama dan politik dan penegakan hak asasi manusia, termasuk kebebasan beragama bagi semua orang. Muslim Ahmadi senantiasa berupaya menjalani hidup sesuai pesan-pesan Islam yang sederhana tetapi mendalam yang dapat diringkas dalam semangat “Love for all, Hatred for None.”

Nilai-nilai Loyalitas, Kebebasan, Kesetaraan, Saling Menghormati dan Perdamaian merupakan kunci yang menopang moto ini dan mencerminkan ajaran hakiki Islam yang seringkali terselimuti kabut peristiwa-peristiwa dunia. Hazrat Mirza Nasir Ahmad sebagai Khalifatul Masih III telah menggarisbawahi bahwa menurut Islam manusia itu setara di hadapan Tuhan.

Penulis: Romo Samsi Pomalingo (Pembina Gusdurian Gorontalo)

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

0FansLike
0FollowersFollow
0SubscribersSubscribe
- Advertisement -spot_img

Terpopuler